Dalam
perspektif Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Faisal, tujuan
pendidikan Islam pada hakekatnya sama dengan tujuan diturunkannya agama Islam
yaitu untuk membentuk manusia yang bertakwa (muttaqîn). Di dalamnya harus ada:
1.
Komponen Siswa.
2.
Komponen Pendidik.
3.
Komponen Materi/isi Pendidikan
4.
Komponen Lingkungan Pendidikan
5.
Komponen Alat Pendidikan
Dalam
prakteknya paling tidak ada dua macam alat pendidikan. Pertama alat pendidikan
dalam arti metode, kedua alat pendidikan dalam arti perangkat keras yang
digunakan seperti media pembelajaran dan sarana pembelajaran. Alat pendidikan
dalam arti perangkat keras adalah sarana pembelajaran dan media pembelajaran
yang dapat mendukung terselenggaranya pembelajaran aktif dan efektif.
A.
Perspektif Ontologi Sistem Pendidikan Islam
Ontologi
merupakan cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakekat hidup. Ontologi
diartikan juga dengan hakekat apa yang
terjadi. Masalah – masalah pendidikan islam yang menjadi perhatian ontologi
menurut muhaimin adalah dalam penyelenggaraan pendidikan islam diperlukan
pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Lalu pendirian
mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia yang seperti apa atau yang
bagaimana yang dikehendaki sesuai dengan pendidikan nasional. Menurut
Al-Qur’an, manusia diberi tugas Allah sebagai kholifah. Manusia mendapatkan
wewenang dan kuasa untuk melaksanakan pendidikan terhadap dirinya sendiri dan
manusiapun mempunyai potensi untuk melaksanakannya. Dengan demikian pendidikan
merupakan tanggung jawab manusia sendiri.
Untuk dapat
mendidik dirinya sendiri, manusia harus memahami dirinya sendiri. Apa hakekat
manusia, bagaimana hakekat hidup dan kehidupannya? Apa tujuan hidup dan apa
pula tugas hidupnya.
B.
Perspektif Epistemologi Sistem Pendidikan Islam
Apa sebenarnya
epistemologi itu, Dari beberapa literatur dapat disebutkan bahwa Epistemologi
adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan. D.W. Hamlyn Mendefinisikan
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan dan pengandai-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat
diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Selanjutnya,
pengertian epistemologi yang lebih jelas, diungkapkan oleh Azyumardi Azra bahwa
epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Menurut
penulis, seseorang tidak sekedar mengetahui sesuatu atas informasi orang lain,
tetapi benar-benar tahu berdasarkan pembuktian kontektual melalui proses
itu.Epistemologi pendidikan Islam diorientasikan pada hubungan yang harmonis
antara akal dan wahyu. Maksudnya orientasi pendidikan Islam ditekankan pada
perumbuhan yang integrasi antara iman, ilmu, amal, dan akhlak. 19 Semua dimensi
ini bergerak saling melengkapi satu sama lainnya, sehingga perpaduan seluruh
dimensi ini mampu menelorkan manusia paripurna yang memiliki keimanan yang
kokoh, kedalaman spiritual, keluasan ilmu pengetahuan, dan memiliki budi
pekerti mulia yang berpijak pada “semua bersumber dari Allah, semua milik
Allah, difungsikan untuk menjalankan tugasnya sebagai kholifah Allah dan sebagai
abdullah, dan akan kembali kepada Allah (mentauhidkan Allah)”. Bisa dikatakan
bahwa hasil produk integrasi ini adalah manusia yang beriman tauhidiyah,
berilmu amaliyah, beramal ilmiah, bertaqwa ilahiyah, berakhlak robbaniyah dan
berperadaban islamiyah.
C.
Perspektif Aksiologi Sistem Pendidikan Islam
Aksiologi
adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai
rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk
pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi 2
yaitu :
1.
Etika dan Pendidikan
Etestika
Istilah etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan.
Dalam istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan
dengan moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan. Etika
merupakan teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu
kesusilaan yang meuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral
pelaksanaannya dalam kehidupan.
Jadi,
etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia. Cara
memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang
perilaku manusia. Filsafat Pendidikan Islam dan Etika Pendidikan Antara ilmu
(pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat.
Masalah
moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran,
sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran,
diperlukan keberanian moral.Sangat sulit membayangkan perkembangan iptek tanpa
adanya kendali dari nilai-nilai etika agama.
Untuk
itulah kemudian ada rumusan pendekatan konseptual yang dapat dipergunakan
sebagai jalan pemecahannya, yakni dengan menggunakan pendekatan etik-moral,
dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang
mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru,
pemerintah, pendidik serta masyarakat luas.
Ini
berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu
kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan kreatif. Tidak hanya pada
siswa melainkan pada seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan
pendidikan Islam. Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual religius
menjadi target arah pengembangan sistem pendidikan Islam.
Oleh
sebab itu -berdasarkan pada pendekatan etik moral- pendidikan Islam harus
berbentuk proses pengarahan perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada
peserta didik ke arah idealitas kehidupan Islami, dengan tetap memperhatikan
dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta
latar belakang sosio budaya masing-masing.
Maka, dapat
kita tarik dalam dunia pendidikan, bahwa dalam dunia pendidikan sebagaimana
diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang
hakikat seni : Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman,
Seni sebagai alat kesenangan, Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang
pengalaman.
Namun, lebih
jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi
patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan
pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat
dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik
itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti
pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang
kreatif, berseni (sesuai dengan Islam).